Senin, 16 Mei 2011

Sekolah Alam dan Pendidikan Karakter


Banyak orangtua yang terpaksa menghelan nafas panjang ketika mendengar carut marut sistem pendidikan di Indonesia. Mereka, para orangtua itu, hidup di tengah gempuran media massa yang mengkritik habis-habisan pola didik sekolah-sekolah negeri ini.
 
Pengetahuan tentang Psikologi Anak juga meningkat di kalangan orangtua. Mereka menjadi semakin paham bahwa prestasi akademik tidak boleh dijadikan satu-satunya tujuan.

Semakin kemari semakin sering mendengar istilah caracter building atau yang juga populer disebut dengan pendidikan karakter. Ini muncul sebagai alternatif dari pendidikan formal yang selama ini dinilai hanya memperhatikan atau mementingkan aspek kognitif (kecerdasan otak) dan terkesan mengabaikan kecerdasan interpersonal.

Kecerdasan interpersonal sebatas yang saya tahu adalah kemampuan seseorang dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Kecerdasan ini bisa disebut juga kecerdasan sosial yang didalamnnya terdapat kemampuan berempati terhadap orang lain, pandai beradaptasi, mengorganisir kelompok yang juga berarti terlatih dalam hal kepemimpinan dan memiliki tanggungjawab yang tinggi. Nah unsur-unsur inilah yang tampak luput dari perhatian pendidikan formal yang selalu mengukur kecerdasan dan prestasi dalam tuangan angka pada raport. Hal tersebutlah yang disinyalir menjadi penyebab menjamurnya prilaku korup, aparat hukum yang mbalelo dan kerusakan-kerusakan lain yang disebabkan oleh kecerdasan manusia: tepatnya sumberdaya manusia dengan karater yang sudah terbentuk sedemikian rupa.

Untuk tingkat SD (kemarin lalu, objek yang saya lihat kelas 2 SD), setiap anak akan diajarkan menjadi pemimpin dan mereka akan bergiliran mengkoordinir dan merasakan menjadi pemimpin kelompok atau kelasnya. Sangat dibiasakan berdiskusi dan mengungkapkan pendapat. Sudah diajak dan dilatih melakukan observasi ke lapangan, misalnya berkunjung ke sebuah pelabuhan. Setelahnya, murid akan melaporkan observasinya dalam sebuah karya tulis untuk dipresentasikan.

Begitupun dalam bidang ilmu pengetahuan hayati, akan ada kelas menanam sayurang dan berternak; budidaya berbagai macam ikan atau itik dengan menggunakan  sejumlah lahan  yang memang khusus diperuntukkan untuk hal tersebut. Hasilnya pun tetap akan dipresentasikan dalam sebuah karya tulis. Menurut salah satau orang tua, menulis sudah dimulasi sejak kelas 1 SD, menulis bebas (singkat, sederhana) dan tetap memperdengarkan hasil karyanya kepada teman-temannya.

Hingga nanti ia duduk di kelas 5 atau 6 SD sudah diterjunkan di lapangan untuk berkomunikasi dengan pihak luar atau sebuah lembaga publik.  Ya, tentu sebelumnya ada komunikasi antara guru atau orang tua dengan pihak-pihak yang dituju. Hingga pada hari H, anak didik membawa proposal kegiatan  yang dibuat kelompoknya dan kemudian mempresentasikan proposal tersebut.  Pihak-pihak yang dituju selama ini: Telkom, Bank Mandiri, BNI, LSM, perguruan tinggi  juga kedutaan negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik  dengan Indonesia.

Di sekolah umum, seorang anak belajar duduk di kursi dengan setting satu arah. Di mana anak mengikuti gaya mengajar guru. Kalau di sini kita balik, guru mengikuti gaya belajar anak. Karena setiap anak kan punya tipotologi sendiri-sendiri. Ada yang senang melihat dan mendengar, ada yang kinestetik suka lari-lari. Di sini juga ada outbond untuk pembelajaran ekstrakulikuler.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comment to Us

Entri Populer